09 Ramadhan 1428 H
21 September 2007
Sugianto Abbas, S.Sos
Untuk memudahkan pemahaman kita tentang makna perintah puasa sebagaimana dalam kutipan terjemahan ayat berikut ini :
“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang bertakwa”.(QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Suatu hal yang masuk akal bila puasa diwajibkan atas umat beriman yang berkewajiban melakukan jihad di jalan Allah SWT, untuk memantapkan metode (manhaj)-Nya di muka bumi, untuk menegakkan nilai-nilai kemanusian, dan untuk menjadi saksi atas manusia lain. Maka, berpuasa merupakan sarana, media atau alat untuk memantapkan akidah yang kokoh dan teguh, serta sarana manusia berhubungan dengan Tuhannya berupa hubungan ketaatan dan kepatuhan, sebagaimana juga ia merupakan sarana ketinggian melebihi kebutuhan fisik belaka, dan ketabahan untuk memiliki tekanan dan bebannya, demi mengutamakan keridhaan dan kebahagiaan di sisi Allah SWT. Semua ini merupakan unsure-unsur penting dalam mempersiapkan jiwa untuk memikul rintangan perjalanan yang penuh hambatan dan duri, yang di sekelilingnya penuh dengan berbagai macam keinginan dan syahwat serta beribu-ribu kesenangan yang dibisikkan ke telinganya.
Hal itu dimaksudkan untuk memberikan perhatian guna memahami pemeliharaan pengaturan ilahi terhadap keberadaan manusia secara global pada setiap apa yang diwajibkan atasnya dan setiap arahan yang diberikan kepadanya. Akan tetapi, tidak terjalinnya hubungan antara hikmah taklif ilahi ini dan apa yang diungkapkan oleh ilmu pengetahuan, maka lapangan ilmu pengetahuan ini terbatas, tidak dapat mencangkup dan tidak dapat mencapai seluruh hikmah Allah pada segala sesuatu untuk menundukkan manusia, atau untuk menundukkan alam ini dengan sifat keadaannya.
Allah Maha Esa mengetahui bahwa taklif (penugasan) ini adalah kebutuhan dalam memenuhi urusan jiwa manusia yang memerlukan pertolongan, dorongan, dan motivasi untuk menimbulkan semangatnya agar mau menerimanya, meskipun terdapat hikmah dan manfaat di dalamnya, sehingga dia merasa puas dan rela melakukannya.
Oleh karena itu, dimulailah taklif itu dengan panggilan yang penuh kecintaan kepada orang-orang yang beriman untuk mengingatkan mereka akan hakikat mereka yang pokok. Kemudian menetapkan bagi mereka sesudah dipanggil dengan panggilan itu, bahwa puasa itu merupakan kewajiban sejak dahulu bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dalam semua agama samawy. Dan tujuan pertama ialah mempersiapkan hati mereka menjadi bertakwa, lembut, sensitive, dan takut kepada Allah, “la’allakum tattaquun” (agar kamu bertakwa)
Tampak jelas tujuan yang besar dari puasa, yaitu takwa kepada Allah SWT. Takwa itulah yang membangkitkan kesadaran dalam hati sehingga mau menunaikan kewajiban ini, demi mentaati Allah dan untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Keinginan menjadi orang bertakwa ini jugalah yang menjaga hati sehingga tidak merusak puasanya dengan maksiat, walaupun hanya berupa getaran hati untuk berbuat maksiat.
Orang yang menjadi sasaran firman Allah ini mengetahui kedudukan takwa di sisi Allah dan mengetahui bobot dalam timbangan-Nya, maka takwa merupakan puncak ketinggian rohani manusia dan puasa ini mencapainya. Oleh karena itu diangkatlah tujuan yang jelas dari sebuah perintah bagi manusia lewat metode puasa yaitu, “agar kamu bertakwa”.
Puasa yang diwajibkan secar atertulis (kutiba) kepada orang-orang yang beriman agar kamu bertakwa kepada Allah SWT, dengan ungkapan lain supaya selalu hati-hati dan mawas diri dalam hidup ini, dengan cara mematuhi semua perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya bukanlah kebutuhan rohaniah belaka pada diri manusia namun juga merupakan kebutuhan tubuh (jasad) untuk menjadi manusia yang merasakan betapa pentingnya hidup saling merasa dan peka kepada sesame. Jadi, iman itu sebagai titik tolak, sementara puasa adalah sebagai media atau alat yang dapat mengantarkan orang yang berpuasa menuju takwa dan mardhatillah.
Dengan demikian perintah puasa kepada manusia harus membekas dalam kehidupan rutinitas, agar makna dari sebuah perintah bias menggiring manusia kepada kehidupan perbuatan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu dan yang akan dating lebih baik dari tahun ini. Bukan hanya puasa yang mendapatkan lapar dan haus tanpa memperoleh sebuah nilai kehidupan.
No comments:
Post a Comment